Sabtu, 04 Desember 2010

Apalah Tidak Pantas Aku Membencinya ?

“Akhirnya” Desah Denia lega sambil menatap segelas air mineral ditangannya yang diperoleh dengan usaha keras karena berdesakan dengan puluhan anak-anak yang dehidrasi akut akibat dijemur seharian. Belum lagi air itu mengguyur tenggorokannya yang kering kerontang, seseorang tanpa dosa menabraknya dan menjatuhkan air mineral tersebut. Usahanya untuk menyelamatkan air itu pun gagal karena ada orang lain yang menginjaknya. Alhasil air itu muncrat kemana-mana dan mengenai anak yang menjadi dalang dari segala peristiwa itu. “Hei basah tau!!” Bentaknya.
Denia terkejut, seharusnya dia yang marah ,tapi kenapa anak itu yang berang. Melihat ulah tu cowok Denia naik pitam, ”He! Kok elo sih yang marah? Seharusnya gue yang marah sama elo karena elo udah ngejatuhin minum gue! Padahal gue udah susah payah buat dapetinnya, tau!”
Anak itu tersenyum sinis,”Minum cuma gopek gitu aja diributin, tenang gue ganti! Mau berapa? “
“Ini bukan masalah duit tau! Lo ga usah sombong deh,mau lo punya duit segudang pun kalo elo mau beli disini enggak bakal ketemu karena tu minum tinggak satu-satunya!” Denia berteriak sejadi-jadinya. Dia tidak peduli menjadi tontonan orang lain di lapangan itu. Bagaimana tidak marah, habis dijemur seharian dibawah terik matahari yang bisa mengeringkan pakaian yang baru dicuci ditambah lagi dengan bentakan kakak kelas yang sok senior dan ketika saatnya untuk melepas dahaga tiba-tiba sesrorang tanpa dosa dan marah-marah pula membunuh harapannya menelan setetes air.
Pritt..pritt..prit.. terdengar bunyi peluit dari seorang kakak kelas tanda untuk kembali berkumpul karena istirahat sudah habis. Kerumunan penonton tadi pun menipis dan akhirnya hilang. “Uh..” Denia geram, dia berlari meninggalkan anak itu sambil mengepalkan tangan kearah anak laki-laki itu.
Yang namanya senior kalo udah ketemu junior pasti merasa paling hebat. Berada diatas awan gitu. Seakan siswa baru itu robot,mereka seenaknya menyuruh ini itu. Mulai dari rambut yang harus dikuncir sebanyak jumlah hari mos, make tompel, rok hula-hula,nama-nama binatang, empeng (emang bayi? Padahalkan udah SMA ) dan harus membawa makanan tradisional minimal 10 dari masing-masing provinsi di Indonesia! Gila ga tuh? Mau nyari dimana coba? Dan disiang bolong ini, mereka masih saja memerintah dengan gaya otoriternya, enggak tanggung-tanggung, mereka nyuruh para siswa baru itu untuk jalan kodok di lapangan basket dari ujung yang satu keujung yang lain 5 kali! Berbagai umpatan kekesalan pun keluar dari mulut para siswa baru, tidak terkecuali Denia, dia sudah hampir mati kehausan. Dia terus melirik jam tangannya, baru 15 menit lagi penderitaan ini berakhir.
Sudah sepuluh kali dia bolak balik di lobang berukuran 10 x 5 meter itu. Rasa panas yang sejak tadi menggerogoti tubuhnya lenyap sudah tapi rasa kesalnya pada anak yang tidak tahu diri itu belum saja hilang. Perlahan dilepaskannya satu-persatu segala pernak-pernik khas masa orientasi siswa dan diletakkannya diatas rerumputan hijau yang tumbuh subur disekitar kolam renang itu. Untung besok hari terakhiar mos yang artinya peralatan itu tidak digunakan lagi.
Besok akan diadakan pesta penutupan mos dan menyambut siswa baru. Tiba-tiba muka Denia lebih kecut dari lima menit yang lalu, ” Bakal sering ketemu si Cacing itu lagi “ Sesalnya. Dia tidak mengetahui nama nak itu, Denia memanggilnya cacing karena nama mosnya adalah ‘cacing’, cocok pikirnya. Cacing adalah binatang yang paling dibencinya dan anak itu adalah orang yang paling dibencinya saat ini.

# # #
Suasana aula SMA 38 Bandung saat itu tak ubahnya seperti pasar. Ruangan yang hampir seukuran 3 kali lapangan basket itu penuh. Musik-musik heavy metal terus menghentak dari atas panggung yang diputar oleh DJ lokal. Acara belum mulai saat Denia menapakkan kakinya di aula. Dia memilih duduk di kursi deretan tengah,duduk menyendiri di sana sambil memakai earphone dan membaca komik. Dia tidak peduli dengan lingkungannya. Sampai saat terakhir mos pun dia hanya sendirian, tidak ada teman SMP-nya masuk SMA 38 Bandung yang terhitung elite itu. Dengan teman barunya pun ia hanya sekedar ber-say hi saja.
Tiba-tiba Denia mengalihkan pandangannya dari komik. Ia menatap tajam tiga orang cowok yang baru saja menabrak kakinya tanpa, ”permisi donk” atau “numpang lewat donk” dan duduk di sampingnya. Dan kau tahu siapa dia? Salah satu dari mereka adalah anak yang tempo hari membuat emosi Denia mencapai ubun-ubun. “Apa liat-liat?” Bentaknya. Denia tak berniat meladeninya dan segera mencari tempat duduk lain.
Acara berlangsung seru. Lancar. Ada beberapa orang anak menampilkan atraksi, kesan selama mos, atau sekedar menyumbangkan sebuah lagu. Ketika MC memberikan kesempatan terakhir bagi para penonton untuk menyanyi, seorang cowok dengan gayanya yang super belagu dan merasa paling hebat yang membuat Denia ingin melemparnya dengan tomat busuk maju ke depan. “Cih, sok hebat” Ejeknya sambil berdiri.
“Nia, mau kemana?” Tanya Tiara, teman yang baru dikenalnya dua jam yang lalu.
“Toilet”.
Lama ia termenung di teras luar aula. Dia tidak mau masuk ke dalam. Takut muntah. Begitu mendengar riuh suara tepuk tangan yang menandakan penampilan Si Cacing itu selesai, barulah Denia beranjak masuk.
“Dari mana aja? Tadi tuh keren loh.” Seloroh Tiara. Denia tak bersemangat, “Masa sih?”Tiara hanya mengangguk, tidak bisa berkata-kata, masih terpesona dengan penampilan cowok itu barusan.
Disepanjang koridor menuju gerbang, Denia tak henti-hentinya mendengar nama Anjar disebut-sebut. Lama-lama dia gerah juga, “siapa sih yang mereka bicarain?” Tanyanya pada Tiara.
Mata Tiara membulat, “Masa sih lo nggak tau? Itu loh, Anjar Putra Adijaya, yang tadi tampil terakhir.”
“Man gue tahu, emang gue petugas sensus yang harus mensurvei orang atu-atu?! Lagian apa bagusnya sih dia?”
“Jangan salah man, dia itu keren, manis lagi.” Bela Tiara.”Waktu mos aja kak Veni yang kelas 12 B naksir dia, apalagi angkatan kita.”
Denia berhenti, ”Enggak semua. Kecuali gue!” Dia menujuk dirinya.
“Emang kenapa?”
“Males banget suka sama orang kayak dia, kenal aja ogah.”
Mereka pun berpisah di depan gerbang.”See you,samapi ketemu besok!”
“See you”
# # #
Denia tak hentinya menatap ribuan benang putih dan abu-abu yang telah terajut menjadi seragam SMA itu. Setelah badan rebah di ranjang dia pun masih menatapnya. “Nggak terasa ya, padahal kemarin gue masih make elo.” Dia beralih menatap seragam putih biru disebelah putih abu-abu. Lemarinya memang sengaja dibuka, agar setiap dia terjaga, dia ati menatapnya.
06.30 mobil papanya berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Setelah berpamitan ia pun langsung mencari dimana kelasnya. Depan-depan kelas yang sudah ditempel daftar nama dikerunumi oleh anak-anak yang sama seperti dirinya. Mereka juga bersemangat. Setelah kerumunan itu sepi, barulah Denia mendekat. Dia melihat daftar nama kelas X.a, tertera nama Denia Putri Prastiwi dan ada juga nama Tiara Meylani. Seulas senyum tipis terkembang di bibirnya. Baru selangkah ia meninggalkan daftar nama itu dia kembali lagi, ”Whats?!” Dia benar-benar terkejut. Wajah yang tadi cerah ceria berubah menjadi kecut saat dia membaca nama Anjar Putra Adijaya. “Bagus! Bakal pecah perang dunia ketiga nih.”
Saat memasuki kelas yang telah terisi separoh itu, Denia melemparkan senyumnya pada cewek yang duduk di bangku deretan nomor tiga dari depan dan segera duduk disebelahnya. Setelaah berbagi cerita ala cewek, tidak terasa bel pun berbunyi.
Sepatu keds yang dipakai Denia benar-benar akan melayang kalau guru tidak masuk berbarengan dengan tu cowok. Gayanya sok abis. Dengan rambut yang agak acak tapi rapi,gelang dan jam di tangan serta baju seragam dengan menutupi ikat pinggang –SMA Denia memang melegalkan siswanya untuk tidak memasukkan kemeja kedalam rok ataupun celana- sangat membuat Denia muak.
Hari pertama sekolah cukup menyenangkan sampai suatu ketika , ”He ! Lo punya flashdisk nggak pinjam donk?” Tanya seseorang dengan setengah membentak. ”Kalau pun ada gue nggak bakalan minjemin lo!” Denia balas membentak.
“Dasar pelit!” Maki Anjar .
“Biarin “
Entah apa saja,mau baik ataupun buruk hal yang dilakukan Anjar, Denia tidak suka. Anjar terus mencari gara-gara. Jika dia kesal dengan orang lain pastilah Denia yang menjadi tempat pelampiasannya. Dia selalu menginterupsi apa saja yang Denia ating . Teman-teman sekelas mereka pun mungkin sudah biasa dengan pertengkaran keduanya. Pagi-pagi mereka mendapat breakfast berupa saling sindiran,siang hari mendapat lunch berupa bentak-bentakan dan pulang sekolah mendapat desert plotot-plototan.
Tidak terasa sudah sebulan mereka menjadi anak SMA dan berada dalam satu wilayah yang sama dengan intensitas waktu yang tinggi. Dalam kurun waktu satu bulan itu, Anjar tidak menunjukkan itikad baik pada Denia. Begitu pula sebaliknya.
Mereka berdua tidak akrab,bagaimana mau akrab kalo kerjaannya bertengkar melulu. Denia benar-benar tidak membayangkan bahwa kejahilan Anjar akan melampaui batas. Sampai pada satu ketika hari Jum’at kelas mereka belajar olahraga,setelah pelajaran olahraga mereka belajar bahasa inggris yang punya kelas khusus. Jadi mereka harus moving kekelas tersebut dengan memboyong semua harta mereka. Denia tidak mau menjadi kura-kura ninja gara-gara tas yang terlalu menggembung. So dia memakai kantong ating untuk membawa baju olahraganya yang ia tenteng kemana-mana. Dia baru sadar kalau baju olahraganya hilang pada saat keesokan harinya. Sabtu memang jadwalnya SMA 38 memakai seragam olahraga. Dengan hanya memakai trening sekolah dan kaos yang berwarna senada –coklat- ia langsung pergi kesekolah pagi-pagi buta. Didatanginya ruang kelas x.a ,tapi NIHIL !! Benda yang dicari tidak ada. Terpikir olehnya ruang olahraga. Dia berlari-lari di sepanjang koridor yang berbentuk L itu. Begitu sampai umpatan kekesalan tak mampu terbendung lagi. Kelas itu terkunci. Tanpa pikir panjang lagi dia lari ke ruang TU yang berada diseberang ruang olahraga untuk meminta kunci. Ketika kelas itu dibuka ..Jeng..Jeng..Jeng.. bajunya tergeletak tak berdaya dilantai. Sumpah lecek.
Tiara terkejut melihat Denia sudah nangkring ditangga dekat lapangan basket. Selain heran kenapa Denia pagi,dia juga heran,baju sama muka Denia kok sama-sama lecek ya?
“Kenapa lo? Kusut amat?” Tanya Tiara namun hanya memdapat jawaban melalui tatapan mata yang menuntut.
Denia baru akan menjawab ketika Riri dan Tian . Mereka sekelas. Berondongan pertanyaan pun tak terelakan saat mereka melihat kondisi Denia. Denia tidak menjawab,dia malah balik bertanya dengan ketus, ”Siapa yang nyumputin seragam olahraga gue di kelas olahraga kemaren?” Tatapannya tajam,dingin dan tak bersahabat sehingga semua temannya terdiam. Mereka berpandang-pandangan, Anjar melintas di depan mereka lalu tersenyum sinis. “Dia?” Tunjuk Denia setelah Anjar menjauh.
“Nia sorry, gue nggak tahu kalo kemaren itu baju elo” Sesal Tian. “Udah ketebak” Gumamnya. Ketiha temannya tidak ada yang berani menanggapi ucapan Denia. Dia capek menghadapi keanehan anak itu, apa sih penyebab dia bersikap begitu ? Atau Denia punya salah yang tak termaafkan lagi ? Tapi apa ? Mereka baru kenal dan belum sempat banyak ngobrol!
# # #
“Arghhh! Kenapa harus ada matematika?” Gerutu Denia. Dia paling lemot dalam hal ini. Apalagi sekarang jam sudah menujukkan pukul 2 siang, otaknya seakan tidak bekerja. Matanya tidak bisa diajak kompromi, jangankan untuk memperhatikan penjelasan guru, untuk membuka mata saja dia sudah tidak sanggup. Dia menyerah, tidur adalah jalan satu-satunya.
Lima belas menit masih aman-aman saja, hingga sebuah kertas beradu dengan kepalanya. Sensornya bekerja mencari pelaku penimpukan itu. Betapa terperanjatnya dia saat mengetahui tersangkanya adlah Anjar. Denia membuka gumpalan kertas itu yang isinya membuat kantuknya lenyap seketika, “KEBO SI RATU TIDUR” plus dengan gambar dirinya lagi tidur. “Sialan lo!” Denia memaki Anjar melalui gerak bibir. Apa sih maunya anak ini?
Bukan hanya sekali Anjar melakukan hal itu. Dia sering mengganggu ritual tidur Denia dengan berbagai cara. Lempar kertas, penghapus, nyentil telinga bahkan nendang kursi.
# # #
Liburan semester telah habis. Saatnya masuk sekolah kembali. Kayak deja vu. Rasanya setahun yang lalu dia terkejut setengah mati saat menemui nama Anjar Putra Adijaya berada satu kolom dengan namanya. Dan lagi-lagi nama itu emnjadi mimpi buruk baginya, SMA 38 tidak melakukan rolling siswa saat mereka naik ke kelas dua belas, jadi anggota kelas sebelas tetap. Bagus nightmare di siang bolong for three years! Hebat ya? Dari sekian banyak anak kelas dua belas dia malah harus sekelas dengan Anjar blablabla itu! Untung saja dia masih stu kelas dengan Tiara. Thanks God.
Akhirnya kebencian Denia pada Anjar bertambah ketika Anjar melemparinya dengan cacing pada saat sekolah melakukan penghijauan. “Ya tuhan, dosa apa hamba-Mu ini kenal orang seperti itu?” Denia merutuki nasibnya.
# # #
Setahun kemudian..
Pagi yang sejuk seharusnya tenang. Tapi itu tidak berlaku di kelas 12 A. Perng mulut sudah lazim terjadi. “Eh elo liat buku coklat gue nggak?” Tanya Denia pada Tiara yang lagi asyik sama novel Harry Potter and The Deathly Hallows-nya. Tiara hanya menggeleng, dia benar-benar tidak tahu. Jangankan untuk meminjam, lihat pun tak boleh! Denia sangat menjaga ketat buku pribadinya itu. Dia menulis tentang, Raka, anak kelas 12 E, yang ia kagumi. Juga semua kebenciannya pada Anjar, takut juga kalau Anjar membacanya, nanti dia sakit hati giamana?. Walaupun benci setengah mati Denia tidak mau mencari musuh.
Sayup-sayup terdengar, “Matamu mampu berikanku ketenanga” Teriak seseorang dari luar. Itukan salah satu baris puisi yang ada di buku coklat itu! Sesampainya di luar kelas dugaannya terbukti. Anjar tertangkap basah lagi memegang bukunya. Langsung saja, “He! Gue masih bisa tolerir sifat lo yang aneh itu, karena gue tahu elo emang saraf, tapi ini udah melewati batas! Elo udah ganggu privasi gue!” Denia menekankan setiap kata-katanya dengan menunjuk-nunjuk dada Anjar. Seakan belum cukup, “Salah gue apa sih? Kalo nggak suka bilang dong! Capek gue elo giniin terus!”
Kebencian Denia sudah mencapai level tertinggi. Lahar emosi sudah menggelegak di ubun-ubunya. “Kenapa elo diem? Nggak punya alasan buat membela diri? Mulai hari ini gue nggak mau elo gangguin gue lagi. Cukup dua taun setengah elo bikin masa SMA gue jadi nightmare. Gue nggak mau elo mengacau kehidupan SMA gue yang tinggal setengah tahun ini! Ngerti?” Denia pergi puas setelah mengeluarkan semua unek-uneknya selama ini. Anjar tetap bungkam.
# # #
“Horeee!!” Teriakan itu membahana di seantero sekolah. Pilok menari-nari menandai suksesnya usaha yang dirintis tiga tahun yang lalu itu. Setelah ini merek harus berpisah karena mereka punya cita-cita sendiri.
Finally, Denia bisa meresakan jadi anak SMA normal setelah peristiwa 'ungkapan perasaanya' pada Anjar beberapa waktu yang lalu. “Kuliah diman?” Terdengar suara cempreng yang selalu menerornya dua setengah tahun yang lalu. Yang ditanya hanya diam. “Masih marah ya?” Denia tetap diam. “Gue tahu kok emang gue salah. Maaf ya buat dua setengah tahun lo yang buruk” Pinta Anjar tulus. Lagi dan lagi yang diajak bicara Cuma diam. “Nia, elo dengerkan gue ngomong apa?”
Karena tidak udah lulus dan tidak mau mencari musuh, Denia menerima permintaan maaf iu meskipun setengah hati. “Iya gue maafin”
“Thanks ya. Oh ya, terima kasi buat caci maki, amarah, umpatan, tawa dan juga pertemanan kita yang abstrak. Kenapa gue selalu gangguin elo selama ini nati elo akn tahu sendiri esok hari” Baru kali ini dia dan Anjar bicar baik-baik, tanpa plotot-plototan.
Seakan tahu apa yang dipikirkan Denia, “Gue tahu kok nggak gampang buat maafin orang yang kita benci,dimulut ia, tapi disini susah” Anjar menunjuk ke dadanya. Gila, ini Anjar Putra Adijaya kan? Anjar yang dul mati-matian dibencinya. Kok dewasa amat? Nggak kayak biasanya.
Dulu Denia bingung kenapa banyak cewek yang suka sama dia. Tampang sih oke, tapi sifatnya ituloh, nggak deh! “Nia, gue harap saat kita bertemu setelah perpisahan ini udah nggak ada kebencian di hati elo dan elo siap nerima gue menjadi apa dan siapapun” Denia tanpa sadar mengangguk. Tuhan apa tidak pantas aku membencinya? Batin Denia. Memaafkan itu susah tapi dia tulus banget.

My First Love Nyangkut di Brondong

Akhirnya cupid menghampiriku juga. Aku kira dia tidak akan tahu dimana aku berada, karena walau sudah kelas 3 SMA aku belum pernah jatuh cinta apalagi pacaran.
Hal ini berawal di bulan ramadhan ketika sekolahku melaksanakan pesantren ramadhan. Nothing special bagiku, tapi segalanya berubah hanya dalam waktu beberapa jam saja.
“Ra, kita duduk di pinggir yuk, biar bisa nyender !” ajak Fyo
“Emang kita mau duduk dimana lagi !” jawabku
Duduk dengan posisi bersandar membuat aku berhadapan dengan beberapa orang yang sangat aku kenal, Agung, Riko, Dhoni dan … depp... jantungku seakan mangkir dari profesinya. “Siapa dia ? tanyaku dalam hati. Wajar aku bertanya bagitu, sekarang aku sudah kelas XII dan punya banyak junior yang tidak bisa aku ingat satu per satu. Kembali ke masalah. Aduh kok aku jadi begini ? Hanya gara-gara anak yang baru lepat putih biru saja aku jadi sesak nafas..



Tidak terasa libur lebaran telah tiba. Aku terus memikirkan siapa juniorku yang aku lihat sedang tersenyum sewaktu pesantren ramadhan. Lian janji mau bantu aku mencari informasi tentang tu cowok, dia punya adik di kelas X.
Lagu I Will Be-nya Avril Lavigne mengalun lembut. Kuraih hape-ku lalu segera ku baca sms itu. Nama Lian tertera di layar LCD-nya.

Ra, aku Cuma dapet namanya doang...

Emang sapa namanya?

Rivaldy Gio Jeffriansyah, maaf ya Cuma dapet itu doang …..

Ga apa-apa, makasih ya ….


Yups, sama-sama,,
..

Wah sudah sekolah lagi !! senangnya hatiku. Jam pertama aku belajar sejarah. Untuk ke ruang sejarah aku harus lewat ruang matematika tempat si Gio belajar. Ternyata dia lagi nongkrong di depan kelas sama teman-temannya. Aku jalan lurus saja, pasang muka cuek. Aku terpaksa jadi cewek pengintai nih, profesi yang harus ku jalani karena tuntutan masa remaja. Aku selalu “menemani” kemana pun dia pergi, moving class, ke kantin, sholat dan aku juga “mengantarnya” pulang sampai parkiran. Sampai-sampai aku hampir hapal di ruangan mana saja dia belajar, dan aku segalanya kegiatanku tentang dia ke dalam diary..


“Ra, kantin yuk ! ajak Tari
“Ntar dulu, lagi sibuk !” tolakku
“Aduh Ra, sampe kapan lagi sih kamu mau liatin dia dari jauh terus, samperin kenapa ?” saran Fyo
“Tunggu aku siap dulu, baru aku nyamperin dia !” kataku
“Yakin ???” tanya Lian, Tari dan Fyo serempak
“Eh .. Eh … Eh … enggak !” jawabku seenaknya sampai mereka bertiga bengong
“Nggak nyangka ya ternyata cowok model si Gio itu yang berhasil menaklukan Tara si Cewek batu es ini !” terang Lian
“Iya ya, apa bagusnya sih dia ?” tanya Tari
Tet … Tet …. Tet …. bel berbunyi. Waktu istirahat habis.
“Yahh… kita nggak makan lagi deh !” sesal Fyo
“He eh Tara, gara-gara acara ngintai kamu, tiap istirahat kita gak sempet makan !!” tambah Lian
Aku melototi mereka satu satu sambil mengembungkan pipiku.
“Jadi kalian ga suka ? Makan aja sendiri sana !!!” bentakku
“Tara !! dasar egois !” teriak mereka
Aku segera melesat pergi menghidari bogem mentah mereka..

Aku kadang menyesal kenapa aku mau ketika aku di tunjuk sebagai ketua kelas. Mengatur mahluk-mahluk di kelasku itu ribet banget. Apalagi saat hujan seperti ini, jadwal moving class kacau balau. Kami sampai-sampai tidak dapat kelas. Mereka merengek-rengek padaku. “Siapa yang ga kesel coba ?
“Ra..
“Ra...
“Ra....
“Apa ?” teriakku
“Lagian kalian kayak ayam kehilangan induk aja !” gerutuku
“Jadi skarang kita kemana donk, masa berdiri kayak gini, basah tau !” protes Iin
“Sabar dikit ngapa, aku lagi mikir nih !” aku coba memberi penjelasan
“Ra, di ujung ada ruang kosong !” celetuk Ian
“Ya udah, kita kesana aja !” ajakku
“Tapi Ra, jalan di koridor ujung banjir !” kata Lina
“Mau berdiri disni sampe bel pulang bunyi atau berkorban dikit kesana ? Lagian banjirnya ga mungkin lewat sepatu !” tawarku

Semuanya diam dan mengikuti jalanku. Tak lama kemudian senyumku terkembang, aku melihat si pembuat keonaran di hatiku itu di sebelah ruangan yang akan kami tuju. Mereka tidak belajar. Mungkin karena hujan para guru males mengajar di kelas ujung kali ya ? Yang namanya siswa, walaupun sekolah di sekolah yang terakreditasi “A” sekalipun, kalau tidak ada guru pasti tidak belajar. Semuanya pada main. Aku senang banget bisa liat dia lama-lama hari ini dari jarak yang cukup dekat.
Hari ini banyak hal yang bisa aku tlis di diaryku. Diary itu selalu aku bawa kemana-mana. Aku takut ada yang baca karena isinya tanpa sensor sedikit pun. Di diary itu aku menulis nama lengkap Gio dan ada dua cewek yang aku benci tanpa sebab yang jelas. Cewek yang pertama adalah Memei, juniorku yang digosipkan sama Gio dan yang kedua adalah Sari, teman sekelasku yang kecentilan sama Gio..


Sekolah hari ini benar-benar membosankan. Aku merasa jalannya jam begitu lambat. Aku sudah ngantuk berat dan puncaknya di jam terakhir saat pelajaran sosiologi. Karena sudah tidak kuat aku memutuskan untuk kabur.
“Mau kemana?” tanya Fyo saat aku mengeser kursiku
“Cabut ! udah kagak kuat lagi, mau ikut?” ajakku
“Gila bener kamu Ra, ini guru terkiller loh, tapi kamu masih aja mau keluar?” Tanya Fyo heran
“Daripada tidur di kelas !” jawabku
Tanpa memperdulikan larangan Fyo, aku keluar kelas. Aku memutuskan untuk tidur sebentar di WC. Kira-kira udah setengah jam aku tidur sambil jongkok. Aku terbangun ketika mendengar bunyi sepatu mendekati WC, tapi aku lebih terkejut lagi ketika mendengar mereka bercakap.
“Siang bu !” sapa seorang siswa
“Siang!” jawab Bu guru yang aku kira guru bahasa Indonesia itu
“Mau kemana bu, kok buru-buru?” tanya si siswa
“Ibu mau ke WC nak, sudah di ujung tanduk !” jawab si ibu
“Waduh, tadi saya dengar obrolan teman-teman cewek, mereka bilang kalo WC putri kering bu !” kata si siswa
“Oh .. ya sudah, ibu ke kantor aja, makasih ya nak !“ jawab si ibu
“Iya bu !!” jawab si siswa
Aku menarik nafas lega. Aku tidak bisa membayangkan kalau tu guru masuk WC dan mendapati aku sedang tidur. Aku melongok sedikit ke bilik-bilik toilet dalam WC. Airnya penuh. Keningku berkerut. Kenapa tadi anak yang ngobrol sama bu guru bilang kalo airnya kering ? Tanya ku dalam hati. Namun aku tidak ambil pusing, yang penting aku selamat..



Sabtu adalah hari yang menyenangkan. Tidak ada belajar di hari sabtu. Ekskul full dari pagi sampai pulang.Aku melihat dia sedang bermain basket. Dia hebat banget, saking hebatnya waktu ada kejuaranan antar SMA dia langsung diajak, padahal saat MOS baru selesai..


“Kenapa Ra, pagi-pagi kok udah kusut?” Tanya Riko
“Buku bahasa Inggris ku hilang!” jawabku sedih
“Wah gawat tu ra, kamu bisa dikeluarin dari kelas ! kata Dhoni
“Yaelah Dhon, karena itulah Tara jadi kusut kayak gini !” jelas TarI
“Susah juga ya, bahasa Inggris jam pertama !” tambah Ian
“Mana kelas yang belajar bahasa Inggris Cuma selain kita Cuma satu dan mereka berada di ruangan ujung sana, ga sempet deh kayaknya kalo mau kesana abis piket !” kata Agung
“Apa boleh buat lah, dikeluarin ya udah, engak juga alhamdulillah !” aku menanggapi mereka
Mereka semua menatapku dengan wajah sedih. Rasa kekeluargaan begitu erat di antara kami, karena sudah dua tahun bahkan tiga tahun sekelas..



“Loh ! punya siapa ini ?” tanyaku dengan kening berkerut
“Kenapa Ra, kok ngelamun? Nah, tu ddia buku bahasa Inggris mu !” kata Fyo
“Bukan ! ini bukan punya ku !” tegasku
“Terserah deh Ra, mau punya sapa, yang penting pakai aja duu, daripada dikeluarin !” saran Fyo
Aku mengiyakan saran Fyo. Aku tidak bisa berkonsentrasi penuh. Masalah buku ini terus menginterupsi otakku. Siapa yang meletakkan buku ini di dalam tasku. Tapi bukan Tara namanya kalau memikirkan masalah sampai berlarut-larut. Terserah deh punya siapa penting bisa belajar..



“Wah udah dua hari nih aku ga nulis lagi. Padahalkan dua hari ini ada dua kejadian ganjal !” pikirku
Aku ambil diaryku dari dalam tas. Kelas lagi sepi, aku saja bingung,dari sekian banyak anak adam kenapa aku harus memilih Gio. Dia tidak tinggi untuk cowok, dia tidak putih dan dia tidak punya apa yang biasa teman-teman cewekku sebut kan untuk mendeskripsikan cowok keren. Menurutku dia punya tatapan teduh yang menenangkan di mata sipitnya itu dan senyumnya itu loh, bisa buat melting walaupun suhu minus 1000ยบ .Eh, ada lagi pembawaanya yang tenang hingga terkesan cuek dibalik sikapnya yang suka bercanda. Apalgi kalau tertawa tu mata sipit makin terdesak oleh pipi tembemnya. Intinya dia cool banget !
Ketika sedang asyik menulis, aku dikejutkan oleh keributan di luar dan tiba-tiba Dhoni datang menemuiku.
“Ra, Fyo pingsan, tadi di kepeleset !” kata dhoni
Y”ang bener Dhon ? sekarang dia diaman ?” tanyaku
“Bener, dia udah dibawa ke UKS, buruan kita kesana !” ajak Dhoni
Tanpa memperdulikan apa-apa lagi, aku langsung lari mengikuti dhoni. Sesampainya di UKS, aku mendapati Fyo tergolek lemas, kakinya memar. Aku duduk di tepi ranjang. Setelah aku hasback, tidak terasa sudah tiga tahun dan selama itu pertengkaran kami bisa dihitung dengan sebelah tangan.
Tak lama kemudian Tari dan Lian datang, mereka membawakan tas dan makanan untukku..



Musim hujan menghambat aktivitas sekolah kami. Apalagi kalau jam pulang. Semua koridor penuh karena tidak mungkin lewat trotoar. Sewaktu pulang aku jalan bareng Riko sambil ngobrol-ngobrol. Tiba-tiba ada percikan air mengenai kakiku. Awalnya ku biarkan saja , tapi kok tambah banyak ya ? Ternyata yang jalan dibelakangku dan pelaku penyipratan air itu adalah Gio. Aku beranikan diri untuk menegurnya.
“Hati-hati donk, basah nih !” tegurku
Tapi dia cuek bebek, masih aja jalan dengan ngankat kaki tinggi-tinggi dan airnya nyipratin kakiku lagi. “Uh.. ni anak !!” gerundelku
“Hati-hati donk !” tegurku lagi
“Eh maaf kak, ga sengaja !” katanya sambil cengegesan
“Ga sengaja ko berkali-kali !” tambahku
“Ya udah aku minggir !” katanya
“Nah, masih aja diinjak, basah juga kan !” tambahnya
“Hehe .. ga keliatan sih !” jawabku sambil cengegesan
“Iya ya !” katanya membenarkan ucapku..




Sesampainya di asrama aku tidak bisa berhenti tertawa. Aku merasakan ada satu kebiasaan yang hilang dariku, kebiasaan yang baru aku mulai selama satu bulan ini, tapi aku tidak ingat..




Sudah hampir seminggu kejadan singkat di koridor waktu sekolah itu. Sekarang aku menemukan benda yang hilang dariku. Aku kehilangan diary yang menyebabkan aku kehilangan kebiasaan menulisku tiap butir kejadian yang berhubungan dengan Gio, dan semua itu sudah berlangsung hampir seminggu, dari senin sampai jum’at.
Aku kalang kabut saat menyadari diary ku hilang. Masalanya sebuah rahasia maha besar sepanjang masa ada di dalamnya, dan naasnya aku menyadarinya di detik-detik terakhir bel pulang berbunyi. Ku jelajahi kelas-kelas yang aku pakai belajar hari senin tadi. Aku ingat, aku pergi tanpa merapikan bukuku saat aku mengetahui Fyo pingsan dan pada saat itu aku lagi belajar di ruang ekonomi yang berada di ujung. Ku periksa satu persatu laci meja, tapi hasilnya NOL BESAR. Aku tidak menemukan apapun. Tiba-tiba ada satu suara yang membuatku migrainku kumat.
“Nyari ini ya ?” tanya satu suara di belakang ku
Saat aku melihat ke belakang betapa terkejutnya aku, senang dan kaget juga kenapa diary ku ada sama dia.
“Ah iya !” seruku, langsung ku ambil benda itu dari tangannya
“Untung aku yang nemuin, coba kalo Memei atau kak Sari ga kebayang deh apa jadinya, makanya lain kali janga teledor !” celotehnya
“Hah..?! jadi ¿! Kamu udah baca !” tanyaku terbata-bata
“Iya !” jawabnya singkat
“Kok ga dibalikin hari tu juga ?” tnyaku lemas
“Abis ceritanya lucu sih, ga cukup sekali baca !” jawabnya dan sukses membuat ku bengong
“Eh tapi isinya ga bener tu !” sanggahku
“Yahh.. padahal aku udah seneng banget !” desahnya menyesal
“Maksudnya ?” tanyaku
“Pikir aja sendiri. Oh ya .. pulang yuk, ntar kita dikira ngapa-ngapain lagi !” ajaknya.
Aku menuruti ajaknya. Disepanjang jalan akuterus menunduk, Malu !!!!. aku baru sadar dia terus mengikuti ku setelah trotoar habis dan kami jalan di atas tanah. Aku berhenti.
“Ngapain ngikuti aku?” tanyaku sok galak
“Bukanya ngikutin aku Cuma mau siap-siap aja kalo cewek di dkat aku ini pingsan !” jawabnya
“Udah deh ga usah. Aku ga siap diserbu pertanyaan yang ga bermutu setelah aku nongol di asaram berng kamu !” tolakku
“Yakin ?!” tanyanya dengan kening berkerut
“Yakin lah !!” jawabku ketus
“Ya udah aku nganter kamu pake pandangan aja dari sini sanajalan !!” perintahnya
Aku tidak menanggapi lagi omongannya. Aku berjalan ke asrama dengan kepala tertunduk dan aku tidak bisa menyembunyikan senyumku.
Setelah di kamar, kupandang buku bergambar Teddy Bear itu, ku putuskan untuk tidak menyentuhnya untuk beberapa hari ini atau mungkin selamanya. Aku merasa tertekan..



Rasa aku pengen mati saja atau opersai pelastik sampai tidak ada yang mengenaliku. Malangnya, ide gila itu tidak ada yang bisa membantuku. Aku harus siap kalau gosip ini sudah tersebar dengan judul My First Love Nyangkut di Brondong dan harus saiap kalau orang-orang terutama Gio menatapku dengan mata yang sarat akan ejekan.
Setelah sampai di sekolah, aku mendapati semuanya berebda dengan apa yang aku bayangkan semuanya normal. Mungkin aku saja yang terlalu heboh, sedangkan Gio hanya menganggapnya angin lalu, namun aku bersyukur dia tidak ngember kemana-mana.
“Ternyata kita sama ya Ra !” sapa satu suara dibelakangku saat aku menyadari di belakang perpus.
Jangtungku seakan kehilangan gaya gravitasinya. Ketika aku balik badan, aku melihat Gio dalam posisi favoritnya yaitu kedua tangan masuk kantong celana dan dia menyebut namaku tanpa embel-embel kak taupun mbak.
“Maksunya ?” tanyaku heran
“Ya kita sama, seneng ngintai orang yang kita suka!!” jelasnya
“Maksudnya? Tanyaku lagi, kurasa kata itulah yang bisa aku ucapkan
“Udahlah Ra, aku udah tau semuanya sebelum aku baca diary itu!” jawabnay
“Hah?!” desahku sambil melongo
“Aku ga nyangka Ra bisa suka sama orang bego kayak kamu!” gerutunya kesal
“Apa sih maksud kamu?” tanyaku lemas
“Apa kamu ga baca tulisan aku di diary kamu? Yang jadi cewek pengintai itu bukan kamu aja, aku juga jadi cowok pengintai, malah lebih para aku udah 3 bulan sedangkan kamu baru 1 bulan. Aku liat kamu ketawa dan banyak lagi!” jelasnya panjang lebar.
“Jadi kamu?” ucapku terbata-bata
“Apa masih kurang bukti Ra? Aku juga berusaha nolongin kamu. Inget waktu kamu nongkrong di WC? Aku liat kamu masuk WC tapi ga keluarkeluar pas bu Merri mau kesana langsung aku cegah karena aku tau di dalem pasti terjadi apa-apa dan pas buku bahasa inggris kamu hilang dan tiba-tiba ada di dalem tasmu, aku ….
“Udah !! aku percaya !” potongku
“Ra apa bener semua yang ada di dalem buku itu ?” tanyanya
“Ya!!” jawabku
“Masalah Memei dan kak Sari itu ga ada yang benar!! Jawabnya tanpa aku tanya
“Bener juga ga apa-apa kok, itu kan hak kamu!” kataku
“Tapi kalo faktanya emang ga gimana?” dia mematahkan ucapanku
“Gimana apanya?” tanyaku polos
“Huh.. ternyata umur itu emang bukan penentu kedewasan orang ya!!! Ejeknya
“Ngejek nih!!!” sindirku
“He eh Oh ya Ra aku sempet ciut pas kamu sama kak Riko, apalagi waktu kita pulang pas hujan waktu aku nyipratin kamu air, kayaknya kamu deket banget!” ujarnya
“Ga usah mikir aneh-aneh deh riko itu suka sama Tari, kami Cuma sahabatan jadi waktu itu kamu sengaja ya nyipratin aku air!” tanyaku
“Iya!!” jawabnya
“Kenapa?” tanya ku lagi
“Mau tau gimana ekspresi kamu ke aku. Tapi kok kamu cuek benget ya !! jawabnyaa
“Oh jadi waktu itu kamu udah tau ! bentakku sambil tersenyum
“Iya donk, Gio gitu loh!” pamernya
“Gio!! Awas kamu ya!!” ancamku
“sapa suruh teledor!” ejeknya..

Saat pulang sekolah aku langsung ke asrama. Ku ambil diariku yang kemarin aku putuskan untuk tidak mengutak-atik. Sekarang aku butuh dia untuk mencatat segala kejadian dua hari ini dan ku buka lembaran terakhir diari itu, ada tulisan Gio disan, “Be my honey, usia bukan penghalang”. Kulihat aku rasa sekarang aku belum membutuhkan diari ini, terima kasih sahabAtku kau akan menjadi bukti sejarah cinta pertamaku.

THE END