Jumat, 11 Maret 2011

Salah Kaprah!!

“Ya ampun Ci, cakep banget ya?” puji ku dengan tampang super terpesona
“Udah dari dulu kali Ta, kamu aja yang baru sadar” Uci tersipu malu mendengar pujianku.
“Kamu udah tau ya? Kok nggak bilang-bilang aku sih?? Proterku.
“Kamu ngomongi apa sih Ta?” Uci membuyarkan lamunanku.
“Itu loh cowok yang lagi nyender di tiang basket!” tunjukku ke a rah seorang cowok berkulit sawo matang yang sedang bersandar di tiang basket sembari memegang lembaran kertas yang aku tebak itu adalah kertas absensi siswa baru. Uci cemberut mendengar penjelasanku, karena yang aku maksud bukan dia, malah kak Evan, ketua osis yang lagi bersandar di tiang basket.
Ini adalah hari ketiga kami sebagai siswa baru SMA N 13 Yogyakarta mengikuti MOS. Yang berarti hari terakhir kami di siksa oleh para senior-senior yang ‘rajin’. Lusa senin kami sudah sah menjadi siswa SMA dan mengenakan seragam abu-abu serta legal meninggalkan si putih biru yang sudah pas-pasan ini.
Sedang asyik-asyiknya mengagumi ciptaan Tuhan yang aku temui sejak awal MOS, Uci menarik paksa tanganku dan mengajakku kekantin. Sudah sejak bel istirahat aku mendengar dia menciap-ciap kelaparan. Tak tanggung-tanggung, dia memesan seporsi mie bakso, 5 tahu isi dan segelas the. Aku menggeleng-geleng melihatnya. Sedangkan aku hanya memesan bakso biasa plus the panas, tenggorokanku lagi radang sehingga tidak memungkinkan untuk minum es.
Pikiranku sedang tak bersama jasadku. Ia melanglang buana entah kemana, dugaanku sih sedang bersama kak Evan tercinta. Hehehehe …
“Auh!! Ya ampun, punya mata nggak sih?”
Keningku berkerut, heran kenapa cewek berambut panjang tergerai di depanku yang menurutku lebih mirip kuntilanak ini mencak-cak padaku. Baru aku sadar kalau seragamnya penuh noda dan basah oleh kuah bakso, itu pun setelah Uci menyenggolku berkali-kali. Ku lihat mangkok baksoku tak lagi di nampan, tapi sudah tercerai berai di lantai yang tak kalah kototrnya dengan seragam tu cewek. Aku melirik pada Uci, tampangnya tak kalah cemasnya, malah lebih pucat menurutku. Ku kembalikan tatapanku ke Widia, aku tahu namanya dari badge ya ada di dada kanannya.
“Maaf kak” suaraku, serak nyaris tak terdengar.
“Enak aja! Maaf nggak akan bikin baju aku jadi bersih lagi tau nggak!!” bentaknya. Aku merasakan pusing disekujur kepalaku. Belum resmi menjadi siswa di sini aku sudah dapat musuh.
Gerombolan anak-anak yang penasaran mulai membentuk lingkaran, menganggap ini adegan yang patut di tonton. Mentalku pias, barisan penonton terdepan mayoritas di tempati oleh senior-senior panitia MOS. Aku merasakan ada percikan air di kakiku. Aku menoleh ke kanan, ku lihat Uci terhuyung, baksonya hampir saja tumpah kalau saja tidak diselamatkan oleh salah satu dari penonton dan hanya dalam hitungan detik, Uci pingsan! Bagus! Ya Allah Ci, aku di bentak kok kamu yang pingsan? Nyaliku tambah ciut, inilah awal dari nightmare yang harus aku jalani selama SMA.
“Ada apa nih?” Tanya seseorang yang menyeruak dari kerumunan penonton. Entah harus bersyukur atau malu tapi intinya ada atmosfer kelegaan di hatiku. Kak Evan datang melerai kami, kak Widia mulai melakukan pembelaan diri, Aku hanya bisa mengangguk atas argument yang benar dan menggeleng saat argument itu salah menurutku.
Kak Widia tambah berang saat kak Evan membelaku dengan dalih bahwa aku adalah siswa baru. Tapi dia juga menyuruhku meinta maaf. Ok, aku mau, toh aku juga yang salah jalan nggak liat-liat.
Masalah selesai, aku tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Kak Evan pun selalu tersenyum setiap kali aku berterima kasih. Sengaja aku lakukan terus menerus agar bisa melihat senyum yang membuatku panas dingin itu.
Setelah itu, aku belari menuju UKS, tempat Uci berada. Ngapain sih pake acara pingsan segala? Coba tadi ada dia, kan bisa jadi saksi bertemunya dua sejoli gitu? Pikirku di sepanjang perjalanan menuju UKS.
Satu lagi nilai positif yang aku dapat dari kak Evan. Selain cakep, pintar, berwibawa, dia juga adil. Terbukti dari cara arbitrasinya memecahkan masalahku dengan kak Widia barusan.
###
Jam tujuh lewat tiga. Masih ada sekitar dua puluh menit sebelum bel berbunyi dan lima menit bisa aku pakai untuk berkaca. Tak henti aku memandangi pantulan diriku yang dibalut rajutan benang putih abu-abu. Ku pandangi dari atas ke bawah. Kemeja yang disetrika rapi, rambut sebahuku terikat rapi dengan pita berwarna coklat, plus jepit kecil dirambut kananku berwarna senada dengan kuncirnya. Aku menarik napas lega.
“Ta, anaknya om Adi juda sekolah di sekolah kamu loh” Aku mendengar perkataan Ayah di meja makan saat menghampiri mereka untuk pamitan. “Oh” balasku. Aku tak sempat lagi menanggapi pernyataan Ayah.
Selesai pamitan aku langsung pergi. Harus ke halte dulu buat nunggu bis kearah sekolahku. Ayah tidak bisa mengantarku karena kantornya dan sekolahku beda jurusan.
Jam coklat di pergelangan tangan kiriku menunjukkan pukul 7:15, untung saja tidak memerlukan waktu lama untuk menunggu sang bis.
Sesampainya di sekolah, senyumku terkembang. San pujaan hati baru saja datang dan tengah memarkir motornya. Ku perlambat langkahku biar bisa barengan.
“Pagi kak” sapaku. Dia tersenyum, subhanallah manisnya, ternyata dia punya one dimple at his left chick. Jarang-jarang kan cowok punya lesung pipi? Dan benar saja, dia membalas sapaanku, kami pun berjalan sejajar menuju kelas masing-masing.
Aku memerhatikan sekelilingku, tak ada lagiyang berseragam putih biru. Semuanya telah mengenakan putih abu-abu pertanda grade kami telah naik dari junior menjadi senior high school.
“Ta, Tita” kak Evan melambai-lambaikan tangannya di depan mukaku. Ups, aku ketahuan melamun, malu-maluin banget deh. Ternyata dia udah sampai di kelasnya, XII IPA 2 terpajang di ats pintu masuk. “Duluan ya” pamitnya. Aku mengangguk. Dari dalam aku lihat kak Widia datang menyambutnya dan tersenyum sinis padaku ku percepat langkahku menuju kelas X3 kelasku, bel sudah menjerit-jerit pertanda kami harus bersiap-siap untuk upacara.
###
Gila ma men, panas banget. Aku sudah menghabiskan setengah lusin helai tissu buat mengelap keringat yang mengucur. Sekarang hampir closing dari upacara, tapi harus ditunda dulu karena ada pengumuman pemenang olimpiade sains tingkat provinsi yang diikutu sekolah ini beberapa minggu lalu. Ternyata sekolahku termasuk jajaran sekolah berprestasi. Dari 6 cabang mata pelajaran yang di perlombakan, sekolahku menyabet 3 diantaranya, kimia, fisika dan computer. Aku merasakan siku Uci yang berbaris disebelahku menyenggol-nyenggol nakal saat nama Evan Chandra Perdana di sebut sebagai juara II cabang kimia. Kimia? Aku paling bolot pelajaran itu sejak zaman SMP. Bertambah lagi satu alasan untuk menyukai kak Evan tercinta.
Sepanjang 2x45 pelajaran biologi sehabis upacara, tak lebih dari 30% materi yang disampaikan guru terserap oleh otakku. Aku terus memikirkan bagaimana cara agar bisa dekat sama kak Evan. Memanfaatkan kelemahanku di bidang kimia dan kejeniusan kak Evan di bidang itu membuatku tersenyum lebar. Aku akan menjadikan dia sebagai guru private. Sambil menyelam menangkap ikan gitu.
###
Hampir satu bulan aku menjadi siswa SMA. Upaya yang aku lakukan di hari pertama masuk SMA pun mulai menunjukkan titik terang. Sehabis pulang sekolah kalau tidak ada kegiatan, kak Evan selalu memberiku pelajaran tambahan, nggak Cuma kimia, tapi pelajran Eksa lainnya. Yang mengherankan, sikap kak Widia yang diawal-awal dulu menunjukkan permusuhan, sekarang tidak ada lagi, dia begitu ranah. Aku bersyukur dengan perubahan sikapnya itu. Dengan begitu aku mempunyai banyak teman yang kelas XII.
“Ta, kayaknya kak Evan juga suka kamu deh, dari tadi dia ngeliatin kamu terus” kata Uci disela-sela mengunyah siomaynya.
Aku tersipu malu, “Ah kamu Ci, bisa aja deh bikin aku GR” Aku sadar kok, sejak aku memasuk kantin hingga 15 menit berselang, kak Evan yang duduk arah horizontal dariku terus menatapku. Tapi aku tak mau berspekulasi seperti Uci.
“Perlu bantuan?” Tanya Uci mengagetkanku. Aku bengong seperti orang bego. Belum sempat aku mempertanyakan apa maksud perkataannya dia sudah berteriak dengan lantangnya, “Kak Evan kok ngeliatin Tita terus sih dari tadi?” Aku kaget, malu, kesal, marah, campur baur menjadi satu. Kamu temen apa bukan sih Ci? Batinku. Aku tak berani melihat kak Evan secara langsung, dari tatapan sekilasku, aku melihat dia hanya tersenyum menanggapi ulah konyol Uci. Untuk mencegah tingkah Uci agar tidak bertambah aneh, aku menggamit lengannya dan menariknya paksa meninggalkan kantin, kepergian kami diiringi puluhan pasang mata yang menatap heran dan geli.
Uci masih saja tertawa meskipun rona kesal di wajahku tak kunjung hilang. Untung saja di kelas saat istirahat selalu kosong jadi kami bisa leluasa membahasa masalah ini.
“Gimana dia bisa tau kalo kamu suka sama dia, Ta? Aku kan Cuma mau bantuin kamu” Tandas Uci beralibi membela diri.
“Tapi aku takut dia nggak suka, Ci!”
“Kata siapa? Buktinya dia itu selalu belain kamu, ingat nggak kita MOS? Dia mau jadi guru privat kamu meski nggak dibayar and dia itu ngeliatin kamu terus, Tita!” Jelas Uci panjang lebar.
###
Panas terik memanggang kota Yogyakarta. Begitu bel pulang berbunyi, keadaan sekolah yang tadinya tenang berubah menjadi super ramai. Selayaknya hewan ternak yang di lepas, para siswa menghambur memenuhi halaman, tersebar hingga ke jalan protocol.
“Tita!” Seseorang berteriak memanggilku. Rupanya kak Evan tengah berlari-lari kecil menghampiriku. Aku bingung mau bersikap bagaimana setelah insiden tadi di kantin.
“Ta, besok kakak nggak bisa ngajar, ada acara keluarga. Tapi kalo kamu mau datang aja ke rumah kakak”.
“Emang boleh?” Tanyaku heran. Inikan acara keluarga, kok pake ngajakin orang luar sih?
“Kenapa nggak? Jam 3 sore ya. Ntar alamatnya kakak sms-in. Bye Tita” Kak Evan pergi pulang, tapi tidak sendiri, dia membonceng kak Widia. Pengen deh dibonceng kak Evan, tapi nggak apa-apalah, toh aku udah di undang kerumah, berarti … pikiran nakalku mulai menjalari sel-sel di otakku. Biarin aja, biar kak Widia pedekate sama orangnya aja, tapi aku sama orangnya dan orang tuannya juga … hehehe
###
Kesal!!! Kenapa sih Ayah harus ada acara mendadak kayak gini? Mana aku harus ikut lagi. Padahal hari ini mau ke rumah kak Evan. Semuanya jadi batal gara-gara acara mendadak Ayah. Aku cemberut di sepanjang perjalanan, sementara Ayah terus berceloteh perihal acara ini. Kata Ayah kami mau ke rumah saudaranya yang lama nggak ketemu sejak kami pindah ke Surabaya dan pindah lagi ke Yogya. Aku pun sama sekali tak ingat saat Ayah bilang, dulu waktu kecil aku sering main ujan-ujanan sama anaknya om Adi. Ayah juga bilang, kalo anaknya om Adi nggak sabar ketemu Tita kecil yang sekarang udah ABG.
Aku sama sekali tak berminat mendengarkan penjelasan ayah, malah ayah asyik ngobrol berdua sama ibu. Pasti nanti di rumah saudaranya ayah, aku bakal jadi kambing congek. Anaknya juga pasti orang yang culun, berkacamata tebal dan kutu buku, karena kata ayah om Adi adalah dosen besar di Universitas Negeri terkemuka di Yogya, buahkan jatuh nggak jauh dari pohonnya. Membayangkannya saja aku sudah ogah-ogahan. Beda halnya dengan kak Evan yang T.O.P B.G.T!!!!! kedua orang tuaku masih sibuk ngobrol ria. Aku memutuskan untuk mengirim sms ke kak Evan.
‘kk, kyknya Tita g jd d k rmh kka, ad acra kel da2kn gt. Mv ea’ Send. SMS terkirim. Selang 5 menit datand balasan dari kak Evan.
‘kok gt? Pkknya kka tggu! SeXan kka lg bljr sm tmen, ad kmu biar tmbh rme. Dtggu ya!’
Aku hanya menghela napas. Nggak enak hati sama kak Evan yang lagi ada acara keluarga tapi bela-belain masih mau ngajarin aku. Ayah sih ngasih taunya mendadak bange, coba kalo dari jauh-jauh hari. Gagal deh camer.
Memasuki halaman sebuah rumah yang terbilang mewah. Setelah memarkirkan mobil kami pun turun dan memasuki rumah tersebut. Sambutan hangat kami dapat dari om Adi sekeluarga. Benarkan tebakanku, om Adi itu botak, istrinya masih terlihat cantik dan satu lagi anak laki-laki yang usianya masih siswa SMP, dia berkacamata! Aku tak melihat anak om Adi yang di maksud ayah.
Aku tak ambil pusing. Otakku terus berpikir bagaimana caranya izin pulang duluan dan cabut ke rumah kak Evan. Ternyata om Adi adalah saudara sesusu ayah.
“Nah Tita, ini anak om yang tertua, sekolahnya sama dengan kamu. Mas Riki ini calon menantu kamI” Om Adi memperkenalkan anaknya.
Astaghfirullah. Aku terperanjat bukan main, shock, bener-bener di luar dugaan. Ternyata anak om Adi yang aku kira tak jauh beda dengan dirinya itu ternyata bertolak belakang, dia cakep banget dan lebih parahnya lagi dia itu adalah kak Evan!! Aku yakin tidak salah orang, dan aku benar-benar bersyukur tidak sampai pingsan, karena yang di maksud Om Adi calon menantu adalah kak Widia!! Oh No!! Aku salah kaprah selama ini!!
“Yuk Ta, kita belajar” Ajak kaka Evan. Aku speechless.

_^The End^_

Jumat, 04 Maret 2011

Facebook! Comblangin Gue Donk!!!

        Arin menatap kesal kelayar laptopnya. Meraup segenggam choco chips dalam toples disebelahnya lalu menelannya dengan dua kali kunyah sebagai pelampiasan. Bukan lega, dia malah megap-megap kayak ikan koi. Choco chips yang ditelannya tadi menuntut keluar lagi. Dengan sekali teguk, ia melibas habis segelas jus mangga yang bersandingan dengan toples choco chips. Untung gue nggak mati desahnya lega.
“Masih aja lo ngurusin hal gituan? Elo aja nggak punya pacar” celetuk Arga, kakaknya yang super bawel dari belakang.
Sontak gadis itu terlonjak, “Apa sih? Sirik aja” Arin membalas tanpa melihat kakaknya itu.
        Hampir dua tahun ini Arin berprofesi sebagai mak comblang disekolahnya. Berhubung zaman udah modern, Arin menawarkan jasanya lewat via online, facebook! Entah bego atau apa, kok teman-temannya mau minta tolong sama Arin yang notabenenya dia sendiri tidak punya pacar!
Tapi Arin si mak comblang tak perlu diragukan lagi. Sudah banyak bukti konkret, contohnya Aldo kelas XIE sama Keke XIA, Kak Wisnu XIIC sama Citra XC, Okta XIB sama Irfan anak SMA lain and other more. Dan seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Arin juga pernah gagal. Seperti Ria sama tukang ojek yang sering mangkal di depan sekolah mereka dan Edo sama bibi penjual sayur keliling. Huahaha … koneksi dunia maya Arin emang luas, mencapai seluruh lapisan masyarakat.
Di sekolahnya Arin dikenal luas. Tidak hanya anak kelas XI tapi seluruh angkatan menggunakan jasanya. Arga yang satu sekolah tapi kakak kelas juga kena getahnya. Kayak ada yang nitip pesan buat Arin, nitip coklat ataupun benda lainnya. Arga yang risih sudah berulang kali melayangkan protes pada Arin, tapi itu cewek cuek bebek aja. Well, Arga hanya bisa pasrah. Malu iya bangga juga iya.
Sembari bertopang dagu Arin kembali menatap layar didepannya. Untuk kesekian kali dibacanya beberapa potong kalimat Jennie di wall profil facebooknya, ’Rin, gue nggak mau cowok yang kemarin. Genit banget. Yang lain duonk.’ “Duh Jen mau lo apa sih? Apa-apa nggak mau. Genitlah, udiklah, matrelah.” Gerundel Arin.
       Sebenarnya Arin tidak meminta apa-apa dari orang yang menggunakan jasanya. Cuma bagi yang tahu diri pasti ngasih sesuatu, minimal coklat. Ini semua dilakukannya murni karena untuk kesenangan. Arin merasa senang aja melihat orang lain puas atas kerjanya.
Banyak juga loh orang yang bertanya kenapa Arin nggak punya pacar? Padahal dia jago tuh nyariin pasangan untuk orang lain, kok untuk diri sendiri nggak bisa! ‘Gue belum minat pacaran’ itulah jawaban Arin tiap kali ada orang bertanya perihal itu.
                                                                              # # #
“Rin, Thanks ya. Gue uda jadian sama Deby“ Sapa Rudi sesaat Arin mendaratkan bokongnya di kursi. Arin cuma tersenyum sumir sembari mengangguk pelan.
“Ni buat lo.” Rudi meletakkan sebatang coklat cadburry di atas meja Arin lalu pergi sambil bersiul riang. “Lama-lama gue ni yang jadi coklat” gumam Arin.
                                                                             # # #
“Masih lama nggak?” teriak Arga dari atas motor. Arin Cuma melambaikan tangan menandakan urusannya dengan Jennie belum selesai. Karena kepanasan Arga ngomel-ngomel nggak jelas. Setelah menuntaskan urusannya dengan Jennie, Arin menghampiri Arga, “Yuk pulang.” Tanpa banyak bicara Arga segera menstarter motornya.
        Sesampainya dirumah, Arin langsung ngeloyor masuk. “Eh,tunggu” tahan Arga. Arin tetap berjalan karena Arga telah mensejajari posisinya lalu menoleh sekilas. Tatapan bermakna – Ada–apa-sih? Dan segera terjawab, “Tadi waktu gue nungguin lo ada cowok. Kayaknya anak kelas XI deh, tapi gue nggak tau siapa, nyamperin gue.” Arga diam menunggu reaksi Arin, tapi yang diajak ngomong diam aja. “Katanya, Kak nitip salam ya buat Arin” lanjut Arga. “Alhamdulillah. Akhirnya adek gue laku juga” Arga sengaja mengejek Arin yang cuma diam tanpa kata. Bukannya marah karena diejek, Arin malah nyengir kayak orang bego dan melanjutkan jalannya. Arga bengong, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sepulang sekolah, setelah sholat Dzuhur dan makan siang, Arin bergegas ke kamarnya. Melakukan tugas harian sebagai mak comblang online. Satu setengah jam sudah Arin duduk bersama laptopnya. Rambut sebahu yang dikuncir kuda itu pun sudah tidak karuan. Menggerakkan mouse kesana-kemari, mencari para jomblowan di dunia maya untuk si Jennie. Hingga akhirnya dia menemukan sosok yang bisa dipastikan cocok dengan Jennie. Yogi Arman Sasongko, anak SMA 18 Bogor. Lengkung simetris pun tercetak di bibirnya. Segera saja dia mengirimkan data masing-masing ke Jennie dan Yogi.
Akhirnya setelah calon ke setengah lusin yang diajukan Arin, Jennie merasa klop dengan yang satu ini. Nafas lega pun berhembus mengiringi kesuksesannya, kalau gagal hancur sudah reputasinya sebagai mak comblang handal. Tanpa terasa Arin tertidur tergeletak di lantai kamarnya dengan posisi facebook masih online.
“Arin! Bangun!”Arin mengerjap-ngerjapkan matanya setelah 5 kali panggilan yang sama terdengar. Kemudian melirik ke arah jam yang ada di pojok kanan bawah laptop.
“Waduh, udah jam setengah enam. Pantesan emak gue ngamuk” Arin berbicara sendiri. Sesaat akan mematikan laptopnya, Arin baru sadar kalau facebooknya masih online. Ada satu jendela chat terbuka tapi si pengirim pesan udah offline. ‘Hai, siapa disana?’ pesan itu dikirim oleh Ich Immer Worten Sie. Aduh, coba gue nggak ketiduran, pasti ni cowok bisa jadi stok buat new customer pikirnya. Dia pun hanya menggeleng-geleng menyesali kebodohannya.
Malam ini Arin kembali ke ritualnya, bedanya kalo malam dia membawa buku pelajaran ikut serta. Begitu online ada 4 notification, 2 nggak jelas, 1 dari orang menyukai statusnya dan 1 lagi dari Jennie. 15 menit online Jennie muncul di jendela chatnya. Padahal dia baru saja membaca buku akuntasi yang dibawanya.
Jennie si putrie-putrie :             Arinnnnnnnnnn . . .
                                                  Thx y bwt yg td:-)
                                                  Perfecto dah . . .
Arin Ituh Si Mag Comblang : sm2. i2 mah udh jd tgs w lg . .
Jennie si putrie-putrie :            Rin. W bngung deh.
Arin Ituh Si Mag Comblang   ??
Jennie si putrie-putrie :          lo i2kn mak comblang, tp kq g pny pcr c?
Arin Ituh Si Mag Comblang :  ^_+
                                             Emg hrus ea?
                                             W mls pcrn Jen!!
Jennie si putrie-putrie :            Ooo … Getho
                                              Y udh … w off dln y.
                                              Mo bljr .. dagh Arin:-D
Arin Ituh Si Mag Comblang :    yuxx mariii …
       Jennie offline. Tak berselang lama, jendela chat terbuka lagi.
Arga Poenya Icha Folepel :     Woi cumi!!
                                              Jd krjn lo ngedon di kmr ± cm OL doank??
                                              Bljr sono! W aduin papa loh!!
Arin Ituh Si Mag Comblang : eh Ryuk JELEK!!
                                             Sirik aja! G s7??
                                              Lo jg OL kn?!
      Rese banget sih ni orang rengut Arin. Dia segera menutup jendela obrolan itu lalu berhenti online setelah Arga menginterupsinya. Punya kakak mode Arga memang membuat Arin hipertensi.
# # #
       Arin melangkah riang menuju kelasnya yang berada di ujung koridor, XIE. Di perjalanan dia berpapasan dengan Alif, Alif Ramadhan Satyandi anak kelas XIB, teman seangkatannya. Walaupun begitu, seingat Arin mereka baru dua kali bertegur sapa, ya meskipun beda kelas tapikan mereka satu sekolah, udah 2 tahun man!
Arin merasa ngeri tiap kali melihat Alif. Matanya yang lumayan sipit itu selalu berpandangan tajam. Kalau dilihat sehari-harinya Alif bukanlah anak yang pendiam, tapiArin tak pernah melihat Alif berbicara apalagi tertawa di depannya. Dasar aneh batin Arin.
“Rin tungguin gue donk!!” seorang cewek memanggil Arin dari mulut koridor. Tanpa melihat pun Arin sudah tahu siapa pemilik suara itu. Ocha. Sahabat kentalnya sejak awal kelas sepuluh.
“Gue nggak budek kali, Cha” protes Arin saat Ocha merangkul pundaknya. Dari seluruh customernya, Ocha inilah yang pertamakali menggunakan jasa Arin. Hampir satu tahun sama Ridho anak XIB dan itu berkat Arin.
                                                                     # # #
       Sebelum bel istirahat berbunyi, Arin dan Ocha udah ngacir duluan kekantin berhubung Pak Im, guru Akuntasi mereka lagi diklat di Bandung jadi kelas mereka kosong! Mereka tidak hanya berdua, banyak anak-anak yang lain juga. Sembari makan, obrolan pun mengalir seru di selingi gelak tawa dan guyonan khas anak dua SMA. Hingga akhirnya . .
“Rin, kapan nih nyari buat sendiri?” celetuk Keke.
“Iya Rin, nggak pengen apa punya pacar gitu?” tambah Jennie. Tenggorokan Arin terasa tersekat.
“Gini deh Rin, kalo elo nggak mau serius, buat seru-seruan aja dulu” Ocha menengahi “Tujuannya biar orang-orang tu tambah yakin sama kemampuan lo dalam hal percomblangan. Gimana?” Ocha buru-buru menambahi sebelum Arin salah tanggap. Jennie, Keke, Ria dan Laras pun mengangguk setuju.
“Gimana biar lebih seru kita ngasih deadline. 2 minggu mulai hari ini. Setuju?” Laras menambahi.
“What?” mata Arin membola.
                                                            # # #
        Arin kelimpungan akibat ulahnya menerima tantangan Ocha cs. Bingung hebat melanda dirinya. Tapi pantang bagi Arin untuk mengaku kalah sebelum berperang. So, taruhan gila ini harus dia jalani.
“Gue kan mak comblang! Trus gue minta comblangi siapa donk? Hah payah!” Arin bebicara pada dirinya sendiri. Dia terus berpikir keras, berjalan mondar-mandir di depan jendela yang sengaja dibuka. Jam dinding dikamarnya sudah menunjukan pukul 22:00. Ini sudah hari ketujuh, berarti waktunya tinggal satu minggu lagi.
“Aha” Teriaknya senang. “Kan ada fecebook? Ok. Facebook lo bakalan jadi mak comblang buat gue” senyum senang merekah diwajahnya. Segera saja dia berlari ke meja tempat laptopnya bertahta. Setelah membooting dia langsung mengarahkan pointer mouse ke Mozila Firefox. Tak peduli masih ada atau tidak orang yang online jam segini.
Lima menit berlalu. Ada satu jendela chat terbuka.
Rendy Anugrah :                      Yuhuuu … spada
Arin Ituh Si Mag Comblang : Hai!
Rendy Anugrah :                      Hai nek …
                                                  ngetem d mn ne?
Kening Arin berkerut, ni banci sok kenal amat sih. Arin langsung bergidik dan menutup jendela obrolannya. Kali ini biar gue yang mulai tekad Arin.
Arin Ituh Si Mag Comblang : Malem …
Bobby Jackers Mania :          Mlm jg
Arin Ituh Si Mag Comblang : Lg sbuk?
Bobby Jackers Mania :          g kq … blab la bla
Obrolan mereka berlanjut. Arin nggak mau mengulur waktu lagi. Kebetulan besok hari minggu jadi dia langsung ngajak ketemuan.
        Kafe Luxian jam 3 sore meja nomor 3. Arin celingak-celinguk mencari cowok berkemeja abu-abu dan celana hitam. Betapa terkejutnya dia saat melihat seorang pria dengan kriteria yang dicari Arin duduk di meja nomor 3. jika ditafsir paling tidak pria itu berusia 45 tahun! Oh No! Gila! Muka keriput, rambut ubanan dan jadul abis.
“Sialan. Gue ditipu! Fotonya secakep Stefan William tapi aslinya, mending gue ama Tukul Arwana deh” maki Arin. Tanpa babibu lagi dia pergi dari tempat itu. KESALLLLLLLLLLLL!!
                                                                     # # #
        22 Desember 2010. Arin melirik kalender di meja belajarnya. Ini sudah hari ke 10 sejak taruhan itu ditetapkan. Dua hari setelah insiden gila di kafe minggu sore.
“Bego. Bego. Bego.” Arin mencaci dirinya, tidak habis pikir bagaimana dia bisa menerima tantangan ini. Biasanya kalau nyariin pasangan buat orang lain tu gampang tapi kalo buat diri sendiri susah amat ya? Dia terus menelusuri tiap-tiap jejak laki-laki jomblo yang sesuai kriterianya di faceboook. Sedang asyik-asyiknya melakukan penelusuran, ia dikejutkan oleh jendela chat yang terbuka.
Ich Immer Warten Sie :          Hai, siapa di sna?
Arin Ituh Si Mag Comblang : Hai , Arin in here?
                                                  u?
Ich Immer Warten Sie :          Call me Kira
                                                  skul y?
Arin Ituh Si Mag Comblang : Yupp …
                                                 u?
Ich Immer Warten Sie :         Me too ..
                                               'I will become the god of my own world'
                                                u know it?
Arin Ituh Si Mag Comblang : (Tersenyum senang karena menemukan orang yang hobinya sama. Death Note )
                                                yeah … I’m really know
                                                u like Death Note?
Ich Immer Warten Sie :        SANGAT !!!
                                                who’s u like?
Arin Ituh Si Mag Comblang : I’m very like “L”
                                                 he’s so cool !!
                                                 u?
“Arin! Kata papa tidur sana udah malem” teriak Arga dari ruang tv mengacaukan suasana hati Arin. Arin pun sudah bisa menebak, ini pasti gara-gara papanya lagi make internet dan Arin terdeteksi masih menggunakan internet juga. Ini nih susahnya kalau masang speedy yang terhubung semuanya. Di komputer induk bakalan terdeteksi komputer mana aja yang masih aktif. Mana balasan dari Kira nggak muncul-muncul. Akhirnya Arin memutuskan untuk tidur.
Tidur dalam keadaan bahagia karena sudah menemukan calon yang tepat. Walaupun tidak jelas, Arin merasa klop aja sama tu orang. Apalagi dia juga suka Death Note-komik favoritnya. Dari komik itulah dia memberikan nama untuk Arga. Ryuk Shinigami atau Dewa Kematian. Tampangnya jelek banget deh.
                                                                        # # #
       Gayung bersambut. Setelah chatting yang nyaris tengah malam itu Arin makin deket dengan orang yang bernama Kira tersebut. Mereka pun sudah bertukar nomor telepon. Suatu awal yang baik. Arin pun tetap enjoy biarpun tu cowok menolak permintaanya buat masang foto dan nama aslinya.
                                                                         # # #
      Sabtu, 25 Desember 2010, SMA 05 Bogor libur. Inilah klimaks dari perkenalan mereka selama ini. Kebetulan Arin dan si target tidak merayakan natal, jadi mereka berencana ketemuan hari ini. Seperti acara sebelumnya, Arin menentukan tempat dan pakaian apa yang akan digunakan. Dia sendiri memakai atasan coklat putih dan jeans abu-abu, sedangkan cowok itu memakai polo shirt hitam dan washes jeans biru. Untung aja Arin udah pengalaman dalam hal ini. Jangan sampai tertipu lagi. Hehehe
       Arin telat 10 menit dari waktu yang disepakati. Lagi-lagi Arga yang biang keroknya. Gara-gara kemaren dia lupa ngasih coklat dari orang nggak jelas –sama kayak waktu nitip salam– alhasil dia pun mencegat Arin yang sudah terburu-buru.
Arin memperlambat langkahnya saat memasuki gerai foodcourt tempat mereka janjian di Botanisquare. Mendongak keatas, The Confession nama gerai itu. Pikirannya bercabang kemana-mana sesuai nama gerai ini. Sepertinya dia harus mengakui sesuatu setelah pertemuan ini. Dia merasakan jantungnya hiperaktif, namun terus saja berjalan menuju meja nomor 13. Seseorang duduk di sana menghadap keluar jendela kaca membelakangi dirinya. Berhenti sejenak lalu menarik napas.
“Hei” sapanya. Yang disapa pun berdiri dari duduknya dan menghadap ke Arin sembari tersenyum. Manis sekali. Arin merasakan dunia berhenti berputar. Pandangan yang gelap.
“Loh?” dia pun tak sanggup berkata-kata. Diamatinya mahluk jangkung didepannya ini. Benar. Polo shirt hitam dan washes jeans biru. Karena merasa shock, dia pun terduduk lemas.
“Kenapa? Bingung ya?”
“Elo? lo si?”
“Iya. Gue Kira, Ich Immer Warten Sie, atau lo lebih kenal gue sebagai Alif Ramadhan Satyandi.”
Please seseorang tamper gue. Yakinkan kalo ini Cuma mimpi jerit Arin dalam hati.
Lama keduanya membisu dalam riuh pengunjung gerai foodcourt sore itu.
“Udah terima coklat dan salam dari kak Arga?” Alif membuka pembicaraan. Arin menyadari bahwa Alif punya lesung pipi di pipi kirinya dan mata Alif juga relatif sipit.
“Rin, elo pernah mikir nggak kenapa gue nggak pernah pacaran ataupun minta tolong lo buat nyariin gue pacar?” Alif kembali bertanya, namun dia tidak memberikan kesempatan Arin untuk menjawab.
“Gue takut Rin. Taku lo nggak mau bantuin gue. Karena gue suka sama mak comblangnya.” Kembali Arif mengeluarkan pernyataan yang seandainya Arin lemah jantung udah mati dari tadi.
“Hampir dua tahun gue nunggu elo Rin. Tapi emang gue pengecut, negur lo aja gue nggak berani” Arin menundukkan kepala menghindar tatapan Alif.
“There’s a change for me , Rin?”
Arin tercekat. Setelah sekian lama, dia bisa menormalkan fungsi lidahnya yang sedari tadi kelu.
“Lif. Sorry banget. Sebelum gue ngambil keputusan, ada sesuatu yang harus gue akuin sama lo” Arin menceritakan perihal taruhannya mengenai hal ini dengan Ocha Cs. Untuk beberapa saat Arin siap kalau harus ditinggal Alif sendirian karena dia sudah mempermainkan Alif.
Di luar dugaan, “Lo nggak mainin gue kok. Lo ngakuin semua itu sebelum lo ngambil keputusan. Well …” Belum sempat Alif menyelesaikan perkataannya sebuah suara cempreng mengagetkan mereka.
“Berani nolak dia awas lo, Rin”
Tampak Arga dan Icha berjalan mendekati mereka berdua. Ternyata Alif sudah membicarakan perihal pertemuaanya dengan Arin sama Arga. Arin merasa ditipu habis-habisan walaupun sebenarnya dia melakukan penipuan . setelah mendengarkan cerita Arga yang sama-sama satu klub taekwondo dengan Alif.
Setelah itu keduanya pun pamit. Males ngedate rame-rame apalagi sama anak kecil kayak Alif dan Arin katanya. Alif dan Arin pun kompak mendelik. Cieciecie …..
                                                                      # # #
‘Hai gals. Akhirnya keinginan kalian terkabul!! Gue udah punya pacar n ini serius. Gue sayang ALIF RAMADHAN SATYANDI!!!!!’
Arin mengirim pesan itu ke setiap teman-temannya yang ikut taruhan. Coment dari mereka pun datang beberapa saat kemudian dan ajaib! Isinya sama, ‘Wow! Good job! Congrats, Rin! Jangan lupa pajak jadian! Hehe’ Arin pun sampai terkekeh membaca balasan teman-temannya. Dan juga status facebook miliknya dan Alif sama, ‘Alif Ramadhan Satyandi sayang Ariningtyas Soeharmanto. 25 Desember 2010. A.R.S & A.S.
Alif hanya tersenyum melihat ulah pacarnya ini. Emang ratu online pikirnya. Tempat ngedate mereka pun pindah, dari mall move to WARNET!! Hahahaaha …. Lagu Sheila On 7 – Hariku Bersamanya mengalun, memenuhi setiap bilik-bilik di warnet itu. Seakan jadi backsound hari mereka berdua.s
^-The End -^